Mbak Lala, Istri Sepupuku





Bekerja sebagai auditor di perusahaan swasta memang sangat melelahkan. Tenaga, pikiran, semuanya terkuras. Apalagi kalau ada masalah keuangan
yang rumit dan harus segera diselesaikan.
Mau tidak mau, aku harus mencurahkan perhatian ekstra. Akibat dari tekanan pekerjaan yang demikian itu membuatku akrab dengan gemerlapnya dunia malam terutama jika weekend. Biasanya bareng teman sekantor aku berkaraoke untuk melepaskan beban. Kadang di 'Manhattan', kadang di 'White House', dan selanjutnya, benar-benar malam untuk menumpahkan "beban". Maklum, aku sudah berkeluarga dan punya seorang anak, tetapi mereka kutinggalkan di kampung karena istriku punya usaha dagang di sana.


Tapi lama kelamaan semua itu membuatku bosan. Ya..di Jakarta ini, walaupun aku merantau, ternyata aku punya banyak saudara dan karena kesibukan (alasan klise) aku tidak sempat berkomunikasi dengan mereka. Akhirnya kuputuskan untuk menelepon Mas Adit, sepupuku. Kami pun bercanda ria, karena lama sekali kami tidak kontak. Mas Adit bekerja di salah satu perusahaan minyak asing, dan saat itu dia kasih tau kalau minggu depan ditugaskan perusahaannya ke tengah laut, mengantar logistik sekaligus membantu perbaikan salah satu peralatan rig yang rusak. Dan dia memintaku untuk menemani keluarganya kalau aku tidak keberatan. Sebenernya aku males banget, karena rumah Mas Adit cukup jauh dari tempat kostku Aku di bilangan Ciledug, sedangkan Mas Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa aku mengiyakan saja permintaannya, karena kupikir-pikir sekalian silaturahmi. Maklum, lama sekali tidak jumpa.

Hari Jumat minggu berikutnya aku ditelepon Mas Adit untuk memastikan bahwa aku jadi menginap di rumahnya. Sebab kata Mas Adit istrinya, Mbak Lala, senang kalau aku mau datang. Hitung-hitung buat teman ngobrol dan teman main anak-anaknya. Mereka berdua sudah punya anak laki-laki dua orang. Yang sulung kelas 4 SD, dan yang bungsu kelas 1 SD. Usia Mas Adit 40 tahun dan Mbak Lala 38 tahun. Aku sendiri 30 tahun. Jadi tidak beda jauh amat dengan mereka. Apalagi kata Mbak Lala, aku sudah lama sekali tidak berkunjung ke rumahnya. Terutama semenjak aku bekerja di Jakarta ini Ya, tiga tahun lebih aku tidak berjumpa mereka. Paling-paling cuma lewat telepon.

Setelah makan siang, aku telepon Mbak Lala, janjian pulang bareng Kami janjian di stasiun, karena Mbak Lala biasa pulang naik kereta. "kalau naik bis macet banget. Lagian sampe rumahnya terlalu malem", begitu alasan Mbak Lala. Dan jam 17.00 aku bertemu Mbak Lala di stasiun. Tak lama, kereta yang ditunggu pun datang. Cukup penuh, tapi aku dan Mbak masih bisa berdiri dengan nyaman. Kamipun asyik bercerita, seolah tidak mempedulikan kiri kanan.

Tapi hal itu ternyata tidak berlangsung lama Lepas stasiun J, kereta benar-benar penuh. Mau tidak mau posisiku bergeser dan berhadapan dengan Mbak Lala. Inilah yang kutakutkan..! Beberapa kali, karena goyangan kereta, dada montok Mbak Lala menyentuh dadaku. Ahh..darahku rasanya berdesir, dan mukaku berubah agak pias. Rupanya Mbak Lala melihat perubahanku dan –ini konyolnya- dia mengubah posisi dengan membelakangiku. Alamaakk.. siksaanku bertambah..! Karena sempitnya ruangan, si "itong"-ku menyentuh pantatnya yang bulat manggairahkan. Aku hanya bisa berdoa semoga "itong" tidak bangun. Kamipun tetap mengobrol dan bercerita untuk membunuh waktu. Tapi, namanya laki-laki normal apalgi ditambah gesekan-gesekan yang ritmis, mau tidak mau bangun juga "itong"-ku. Makin lama makin keras, dan aku yakin Mbak Lala bisa merasakannya di balik rok mininya itu.

Pikiran ngeresku pun muncul, seandainya aku bisa meremas dada dan pinggulnya yang montok itu.. oh.. betapa nikmatnya. Akhirnya sampai juga kami di Bekasi, dan aku bersyukur karena siksaanku berakhir. Kami kemudian naik angkot, dan sepanjang jalan Mbak Lala diam saja. Sampai dirumah, kami beristirahat, mandi (sendiri-sendiri, loh..) dan kemudian makan malam bersama keponakanku. Selesai makan malam, kami bersantai, dan tak lama kedua keponakanku pun pamit tidur.

"Ndrew, Mbak mau bicara sebentar", katanya, tegas sekali.
"Iya mbak.. kenapa", sahutku bertanya. Aku berdebar, karena yakin bahwa Mbak akan memarahiku akibat ketidaksengajaanku di kereta tadi.
"Terus terang aja ya. Mbak tau kok perubahan kamu di kereta. Kamu ngaceng kan?" katanya, dengan nada tertahan seperti menahan rasa jengkel.
"Mbak tidak suka kalau ada laki-laki yang begitu ke perempuan. Itu namanya pelecehan. Tau kamu?!"
"MMm.. maaf, mbak..", ujarku terbata-bata.
"Saya tidak sengaja. Soalnya kondisi kereta kan penuh banget. Lagian, nempelnya terlalu lama.. ya.. aku tidak tahan"
"Terserah apa kata kamu, yang jelas jangan sampai terulang lagi. Banyak cara untuk mengalihkan pikiran ngeres kamu itu. Paham?!" bentak Mbak Lisa.
"Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji tidak ngulangin lagi"
"Ya sudah. Sana, kalau kamu mau main PS. Mbak mau tidur-tiduran dulu. kalau pengen nonton filem masuk aja kamar Mbak." Sahutnya. Rupanya, tensinya sudah mulai menurun.

Akhirnya aku main PS di ruang tengah. Karena bosan, aku ketok pintu kamarnya. Pengen nonton film. Rupanya Mbak Lala sedang baca novel sambil tiduran. Dia memakai daster panjang. Aku sempat mencuri pandang ke seluruh tubuhnya. Kuakui, walapun punya anak dua, tubuh Mbak Lala betul-betul terpelihara. Maklumlah, modalnya ada. Akupun segera menyetel VCD dan berbaring di karpet, sementara Mbak Lala asyik dengan novelnya.

Entah karena lelah atau sejuknya ruangan, atau karena apa akupun tertidur. Kurang lebih 2 jam, dan aku terbangun. Film telah selesai, Mbak Lala juga sudah tidur. Terdengar dengkuran halusnya. Wah, pasti dia capek banget, pikirku.

Saat aku beranjak dari tiduranku, hendak pindah kamar, aku terkesiap. Posisi tidur Mbak Lala yang agak telungkup ke kiri dengan kaki kana terangkat keatas benar-benar membuat jantungku berdebar. Bagaimana tidak? Di depanku terpampang paha mulus, karena dasternya sedikti tersingkap. Mbak Lala berkulti putih kemerahan, dan warna itu makin membuatku tak karuan. Hatiku tambah berdebar, nafasku mulai memburu.. birahiku pun timbul..

Perlahan, kubelai paha itu.. lembut.. kusingkap daster itu samapi pangkal pahanya.. dan.. AHH.. "itong"-ku mengeras seketika. Mbak Lala ternyata memakai CD mini warna merah.. OHH GOD.. apa yang harus kulakukan.. Aku hanya menelan ludah melihat pantatnya yang tampak menggunung, dan CD itu nyaris seperti G-String. Aku bener-bener terangsang melihat pemandangan indah itu, tapi aku sendiri merasa tidak enak hati, karena Mbak Lala istri sepupuku sendiri, yang mana sebetulnya harus aku temani dan aku lindungi dikala suaminya sedang tidak dirumah.

Namun godaan syahwat memang mengalahkan segalanya. Tak tahan, kusingkap pelan-pelan celana dalamnya, dan tampaklah gundukan memeknya berwarna kemerahan. Aku bingung.. harus kuapakan.. karena aku masih ada rasa was-was, takut, kasihan.. tapi sekali lagi godaan birahi memang dahsyat.Akhirnya pelan-pelan kujilati memek itu dengan rasa was-was takut Mbak Lala bangun. Sllrrpp.. mmffhh.. sllrrpp.. ternyata memeknya lezat juga, ditambah pubic hair Mbak Lala yang sedikit, sehingga hidungku tidak geli bahkan leluasa menikmati aroma memeknya.

Entah setan apa yang menguasai diriku, tahu-tahu aku sudah mencopot seluruh celanaku. Setelah "itong"-ku kubasahi dengan ludahku, segera kubenamkan ke memek Mbak Lala. Agak susah juga, karena posisinya itu. Dan aku hasrus ekstra hati-hati supaya dia tidak terbangun. Akhirnya "itongku"-ku berhasil masuk. HH.. hangat rasanya.. sempit.. tapi licin.. seperti piston di dalam silinder. Entah licin karena Mbak Lala mulai horny, atau karena ludah bekas jilatanku.. entahlah. Yang pasti, kugenjot dia.. naik turun pelan lembut.. tapi ternyata nggak sampai lima menit. Aku begitu terpukau dengan keindahan pinggul dan pantatnya, kehalusan kulitnya, sehingga pertahananku jebol. Crroott.. ccrroott.. sseerr.. ssrreett.. kumuntahkan maniku di dalam memek Mbak Lala. Aku merasakan pantatnya sedikit tersentak. Setelah habis maniku, pelan-pelan dengan dag-dig-dug kucabut penisku.

"Mmmhh.. kok dicabut tititnya.." suara Mbak Lala parau karena masih ngantuk.
"Gantian dong..aku juga pengen.."
Aku kaget bukan main. Jantungku tambah keras berdegup.
"Wah.. celaka..", pikirku.
"Ketahuan, nich.." Benar saja! Mbak Lala mambalikkan badannya. Seketika dia begitu terkejut dan secara refleks menampar pipiku. Rupanya dia baru sadar bahwa yang habis menyetubuhinya bukan Mas Adit, melainkan aku, sepupunya.
"Kurang ajar kamu, Ndrew", makinya.
"KELUAR KAMU..!"

Aku segera keluar dan masuk kamar tidur tamu. Di dalam kamar aku bener-bener gelisah.. takut.. malu.. apalagi kalau Mbak Lala sampai lapor polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Wah.. terbayang jelas di benakku acara Buser.. malunya aku.

Aku mencoba menenangkan diri dengan membaca majalah, buku, apa saja yang bisa membuatku mengantuk. Dan entah berapa lama aku membaca, aku pun akhirnya terlelap. Seolah mimpi, aku merasa "itong"-ku seperti lagi keenakan. Serasa ada yang membelai. Nafas hangat dan lembut menerpa selangkanganku. Perlahan kubuka mata.. dan..

"Mbak Lala..jangan", pintaku sambil aku menarik tubuhku.
"Ndrew.." sahut Mbak Lala, setengah terkejut.
"Maaf ya, kalau tadi aku marah-marah. Aku bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana, ngaceng lagi."
"Terus, Mbak maunya apa?" taku bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi dia marah-marah, sekarang kok.. jadi begini..
"Terus terang, Ndrew.. habis marah-marah tadi, Mbak bersihin memek dari sperma kamu dan disiram air dingin supaya Mbak tidak ikutan horny. Tapi.. Mbak kebayang-bayang titit kamu. Soalnya Mbak belum pernah ngeliat kayak punya kamu. Imut, tapi di meki Mbak kerasa tuh." Sahutnya sambil tersenyum.

Dan tanpa menunggu jawabanku, dikulumnya penisku seketika sehingga aku tersentak dibuatnya. Mbak Lala begitu rakus melumat penisku yang ukurannya biasa-biasa saja. Bahkan aku merasakan penisku mentok sampai ke kerongkongannya. Secara refleks, Mbak naik ke bed, menyingkapkan dasternya di mukaku. Posisii kami saat ini 69. Dan, Ya Tuhan, Mbak Lala sudah melepas CD nya. Aku melihat memeknya makin membengkak merah. Labia mayoranya agak menggelambir, seolah menantangku untuk dijilat dan dihisap. Tak kusia-siakan, segera kuserbu dengan bibirku..

"SSshh.. ahh.. Ndrew.. iya.. gitu.. he-eh.. Mmmffhh.. sshh.. aahh" Mbak Lala merintih menahan nikmat. Akupun menikmati memeknya yang ternyata bener-bener becek. Aku suka sekali dengan cairannya.
"Itilnya.. dong.. Ndrew.. mm.. IYAA.. AAHH.. KENA AKU.. AMPUUNN NDREEWW.."
Mbak Lala makin keras merintih dan melenguh. Goyangan pinggulnya makin liar dan tak beraturan. Memeknya makin memerah dan makin becek. Sesekali jariku kumasukkan ke dalamnya sambil terus menghisap clitorisnya. Tapi rupanya kelihaian lidah dan jariku masih kalah dengan kelihaian lidah Mbak Lala. Buktinya aku merasa ada yang mendesak penisku, seolah mau menyembur.

"Mbak.. mau keluar nih.." kataku.
Tapi Mbak Lala tidak mempedulikan ucapanku dan makin ganas mengulum batang penisku. Aku makin tidak tahan dan.. crrootts.. srssrreett.. ssrett.. spermaku muncrat di muutu Mbak Lala. Dengan rakusnya Mbak Lala mengusapkan spermaku ke wajahnya dan menelan sisanya.

"Ndrewww.. kamu ngaceng terus ya.. Mbak belum kebagian nih.." pintanya.
Aku hanya bisa mmeringis menahan geli, karena Mbak Lala melanjutkan mengisap penisku. Anehnya, penisku seperti menuruti kemauan Mbak Lala. Jika tadi langsung lemas, ternyata kali ini penisku dengan mudahnya bangun lagi. Mungkin karena pengaruh lendir memek Mbak Lala sebab pada saat yang sama aku sibuk menikmati itil dan cairan memeknya, aku jadi mudah terangsang lagi.

Tiba-tiba Mbak Lala bangun dan melepaskan dasternya.
"Copot bajumu semua, Ndrew" perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan terperangah melihat pemandangan indah di depanku. Buah dada itu membusung tegak. Kuperkirakan ukurannya 36B. Puting dan ariolanya bersih, merah kecoklatan, sewarna kulitnya. Puting itu benar-benar tegak ke atas seolah menantang kelelakianku untuk mengulumnya. Segera Mbak Lala berlutut di atasku, dan tangannya membimbing penisku ke lubang memeknya yang panas dan basah. Bless.. sshh..
"Aduhh.. Ndrew.. tititmu keras banget yah.." rintihnya.
"kok bisa kayak kayu sih..?"
Mbak Lala dengan buasnya menaikturunkan pantatnya, sesekali diselingi gerkan maju mundur. Bunyi gemerecek akibat memeknya yang basah makin keras. Tak kusia-siakan, kulahap habis kedua putingnya yang menantang, rakus. Mbak Lala makin keras goyangnya, dan aku merasakan tubuh dan memeknya makin panas, nafasnya makin memburu. Makin lama gerakan pinggul Mbak Lala makin cepat, cairan memeknya membanjir, nafasnya memburu dan sesaat kurasakan tubuhnya mengejang.. bergetar hebat.. nafasnynya tertahan.

"MMFF.. SSHSHH.. AAIIHH.. OUUGGHH.. NDREEWW.. MBAK KELUAARR.. AAHHSSHH.."
Mbak Lala menjerit dan mengerang seiring dengan puncak kenikmatan yang telah diraihnya. Memeknya terasa sangat panas dan gerakan pinggulnya demikian liar sehingga aku merasakan penisku seperti dipelintir. Dan akhirnya Mbak Lala roboh di atas dadaku dengan ekspresi wajah penuh kepuasan. Aku tersenyum penuh kemenangan sebab aku masih mampu bertahan..

Tak disangka, setelah istirahat sejenak, Mbak Lala berdiri dan duduk di pinggir spring bed. Kedua kakinya mengangkang, punggungnya agak ditarik ke belakang dan kedua tangannya menyangga tubuhnya.
"Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil Mbak kok rasanya kenceng lagi.." pintanya setengah memaksa.
Apa boleh buat, kuturuti kemauannya itu. Perlahan penisku kugosok-gosokkan ke bibir memek dan itilnya. Memek Mbak Lala mulai memerah lagi, itilnya langsung menegang, dan lendirnya tampak mambasahi dinding memeknya.
"SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail banget siicchh.. oohh.." rintihnya.
"Masukin aja, yang.. jangan siksa aku, pleeaassee.." rengeknya.

Mendengar dia merintih dan merengek, aku makin bertafsu. Perlahan kumasukkan penisku yang memang masih tegak ke memeknya yang ternyata sangat becek dan terasa panas akibat masih memendam gelora birahi. Kugoyang maju mundur perlahan, sesekali dengan gerakan mencangkul dan memutar. Mbak Lala mulai gelisah, nafasnya makin memburu, tubuhnya makin gemetaran. Tak lupa jari tengahku memainkan dan menggosok clitorisnya yang ternyata benar-benar sekeras dan sebesar kacang. Iseng-iseng kucabut penisku dari liang surganya, dan tampaklah lubang itu menganga kemerahan.. basah sekali..

Gerakan jariku di itilnya makin kupercepat, Mbak Lala makin tidak karuan gerakannya. Kakinya mulai kejang dan gemetaran, demikian pula sekujur tubuhnya mulai bergetar dan mengejang bergantian. Lubang memek itu makin becek, terlihat lendirnya meleleh dengan derasnya, dan segera saja kusambar dengan lidahku.. direguk habis semua lendir yang meleleh. Tentu saja tindakanku ini mengagetkan Mbak Lala, terasa dari pinggulnya yang tersentak keras seiring dengan jilatanku di memeknya.

Kupandangi memek itu lagi, dan aku melihat ada seperti daging kemerahan yang mencuat keluar, bergerinjal berwarna merah seolah-olah hendak keluar dari memeknya. Dan nafas Mbak Lala tiba-tiba tertahan diiringi pekikan kecil.. dan ssrr.. ceerr.. aku merasakan ada cairan hangat muncrat dari memeknya.

"Mbak.. udah keluar?", tanyaku.
"Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang.. masukin kontol kamu.. aku hampir sampaaii.." erangnya.
Rupanya Mbak Lala sampai terkencing-kencing menahan nikmat.

Akibat pemandangan itu aku merasa ada yang mendesak ingin keluar dari penisku, dan segera saja kugocek Mbak Lala sekuat tenaga dan secepat aku mampu, sampai akhirnya..

"NDREEWW.. AKU KELUAARR.. OOHH.. SAYANG.. MMHH.. AAGGHH.. UUFF..", Mbak Lala menjerit dan mengerang tidak karuan sambil mengejang-ngejang.
Bola matanya tampak memutih, dan aku merasa jepitan di penisku begitu kuat. Akhirnya bobol juga pertahananku..

"Mbak.. aku mau muncrat nich.." kataku.
"Keluarin sayang.. ayo sayang, keluarin di dalem.. aku pengen kehangatan spermamu sekali lagi.." pintanya sambil menggoyangkan pinggulnya, menepuk pantatku dan meremas pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott.. jrroott.. srroott..
"Mbaakk.. MBAAKK.. OOGGHH.. AKU MUNCRAT MBAAKK.." aku berteriak.
"Hmm.. ayo sayang.. keluarkan semua.. habiskan semua.. nikmati, sayang.. ayo.. oohh.. hangat.. hangat sekali spermamu di rahimku.. mmhh.." desah Mbak Lala manja menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh moleknya dengan nafas satu dua. Benar-benar malam jahanam yang melelahkan sekaligus malam surgawi.

"Ndrew, makasih ya.. kamu bisa melepaskan hasratku.." Mbak Lala tersenyum puas sekali..
"He-eh.. Mbak.. aku juga.." balasku.
"Aku juga makasih boleh menikmati tubuh Mbak. Terus terang, sejak ngeliat Mbak, aku pengen bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku sadar itu tak mungkin terjadi. Gimana dengan keluarga kita kalau sampai tahu."
"Waahh.. kurang ajar juga kau ya.." kata Mbak Lala sambil memencet hidungku.
"Aku tidak nyangka kalau adik sepupuku ini pikirannya ngesex melulu. Tapi, sekarang impian kamu jadi kenyataan kan?"
"Iya, Mbak. Makasih banget.. aku boleh menikmati semua bagian tubuh Mbak." Jawabku.
"Kamu pengalaman pertamaku, Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama kali Mbak bersetubuh dengan laki-laki selain Mas Adit. tidak ada yang aneh kok. Titit Mas Adit jauh lebih besar dari punya kamu. Mas Adit juga perkasa, soalnya Mbak berkali-kali keluar kalau lagi join sama masmu itu" sahutnya.
"Terus, kok keliatan puas banget? Cari variasi ya?" aku bertanya.
"Ini pertama kalinya aku sampai terkencing-kencing menahan nikmatnya gesekan jari dan tititmu itu. Suer, baru kali ini Mbak sampai pipisin kamu segala. Kamu nggak jijik?"
"Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus jijik? Justru aku makin horny.." aku tersenyum.

Kami berpelukan dan akhirnya terlelap. Kulihat senyum tersungging di bibir Mbak Lalaku tersayang..

My Sweety Sinta




Saya seorang pria yang bertempat tinggal di kota S di Jawa Tengah, sebut saja nama saya Vito, sengaja saya samarkan, sebab apabila ada keluarga saya yang membaca cerita ini, saya takut affair saya akan terbongkar. Saya mengirim cerita ini dengan tujuan ingin membagi pengalaman saya dengan para pembaca sekalian. Cerita ini sungguh nyata dan nggak ada perbedaan dengan yang sebenarnya terjadi.

*****

Semua ini berawal beberapa tahun yang lalu, saat aku masih kelas II SMU. Saat itu aku pergi ke kota Jakarta, mumpung lagi libur, sekalian mengunjungi saudara-saudara yang ada di sana. Disana aku nginep di tempat Oomku yang punya tiga anak, yaitu Agung, Sinta, dan Dina. Agung sudah kuliah, Sinta sebaya dengan aku (lebih tua dia tiga bulan), dan Dina masih SMP kelas II. Aku masih ingat betul, nyampe di Jakarta hari Senin sore di Stasiun Gambir, dan saat itu langsung disambut oleh Oomku sekeluarga.

"Hai Vit, gimana kabarnya? Wah, tambah gede aja lo. Mama baik?" dan beribu pertanyaan dan komentar yang harus aku tanggapi di perjalanan dari stasiun ke rumah Oomku.
Tapi, pikiranku bukannya tertuju ke pertanyaan-pertanyaan itu, tapi justru kepada Sinta sepupuku, benarkah itu Sinta? Si gadis culun itu? Bukan, sekarang Sinta sangat jauh berbeda dengan yang kutemui 2 tahun lalu. Dulu dia sangat polos, wajahnya biasa saja, bodinya juga kerempeng, tapi sekarang? Wauw, waktu benar-benar telah merubahnya, kulitnya yang putih, wajahnya yang imut-imut dibalut make up tipis, dan perubahan yang paling nampak adalah bodinya yang semlohai dibungkus kaos ketat membuat dadanya begitu menantang dengan ukuran kira-kira 36B. Gue cuman bisa menelan ludah.
"Hoi, diajak ngomong malah ngelamun."
Sialan nih si Agung, bikin napsu gue jadi ngedrop.
"Iya nih si Vito, dari tadi diajakin ngomong kaga nyambung-nyambung", timpal Sinta sambil menggelendot manja di pundak gue.
Dia memang akrab banget sama gue, dari kecil sama-sama, main bareng, mandi bareng, tapi udah lama nggak, soalnya gue pindah dari Jakarta ke kota gue sekarang waktu masih kelas IV SD, ngikut bonyok.

Aku cuman bisa senyum-senyum, nggak lama kemudian, kita nyampe, dan aku pamit mau mandi dulu. Pas gue mandi, sialan adek gue kaga mau turun-turun, ngaceng terus mikirin bodinya Sinta, buset dah, gimana ya rasanya megang toket segede gitu? Terus terang aja aku belum pernah megang toketnya cewe, apalagi ngentot, paling mentok ya ngocok sendiri. Terlebih ukuran kontol gue termasuk pas-pasan, cuman 14 cm kalo lagi ngaceng. Dengan ukuran yang cuman segitu, gue jadi minder ngedeketin cewe. Pelajaran sex gue dapetin dari nonton Blue Film.

"Vit, ngapain lo di dalem? Lama banget, gantian dong, gue juga mau mandi nih!" Sinta teriak dari luar.
Gue melongok, buka pintu dikit.
"Ngapain Sin? Kamu mau mandi juga?"
"Yoi, cepatan donk, lo mo ngikut kaga? Gue mo nyusul bokap neh."
"Lho, emangnya pada kemana?"
"Pergi semua ke Oom Yong, ntar kita nyusul aja".
"Hmm, pada pergi semua, kesempatan nih", pikir gue.
"Ya udah, kita mandi bareng-bareng aja yuk".
"Gile lo Vit, mandi bareng?"
"Iya, kita kan udah biasa mandi bareng".
"Itu kan dulu! Sekarang ya udah nggak pantes kalo kita mandi bareng"
"Ahh, sekarang atau dulu kan sama aja."
Lalu gue tarik dia masuk ke kamar mandi, nggak sengaja tangannya nyenggol kontol gue yang masih ngaceng. Muka Sinta langsung merah padam, malu kali.
"Napa Sin? Malu? Ga usah malu, kan kita udah biasa mandi bareng, sini aku bukain bajunya"
"Vit! Lo gila ya? Udah ah, gue males main-mainnya. Kita kan udah pada gede Vit."
"Lho, apa salahnya sih? Mandi bareng kan nggak pa pa?" Sinta diem aja.
"Udah, sini aku bukain bajunya"
Gue pura-pura cuek, berlagak bener-bener mau mandiin beneran, padahal jantung gue udah mau copot rasanya. Gile nih anak, bodinya bagus banget, ini toket beneran bukan sih.

"Gue sabunin ya?"
Sinta diem aja saat gue siramin air dari shower, lalu gue sabunin seluruh tubuhnya, lalu pas tangan gue di toketnya, sengaja gue lama-lamain, ouuhh, nikmat dan benar benar kenceng, trus gue mainin pentilnya, gue pilin-pilin, diputer, dielus-elus, Sinta diem, tapi dari nafasnya yang memburu gue tau kalo dia udah mulai terangsang.
"Aahh, Vit, jangan digituin dong, geli."
"Tapi enak kan? Udah, diem aja, nggak usah ribut".
Gue terus aja cemek-cemek itu toket, dan Sinta mulai mendesah nggak keruan,
"Mmmhh.. mmhh.. aduuhh.. Geli ah, Vit. Udah dong"
"Napa sih Sin, lo bawel amat? Ini lagi dibersihin, lagi disabunin, diem aja napa?"
Gue salut ama diri gue, bisa bersikap sok cuek seperti gitu, padahal Sinta udah mendesah nggak keruan.
"Aaahh, terus Vit, teruuss, aahh.. oohh, god, enak banget."
"Ih elo jangan mendesah seperti gitu dong, gue jadi pengen juga nih, sini, gue tuntun elo ke jalan yang benar"

Tangan Sinta gue tarik, terus gue suruh dia pegang-pegang kontol gue, pertamanya memang masih pegangannya masih agak kaku, tapi lama-kelamaan jadi makin enak, terlebih buat gue, yang belum pernah tau kenikmatan duniawi. Dan Sinta pun makin lama makin lihai dalam memainkan kontol gue, gue merem melek, sambil terus meremas-remas toket Sinta, dan desahan- desahan yang keluar dari mulut kami sudah tak beraturan.
"Teruus Siin, oohh, gile beneerr oohh.., aahh.." terus gue kelamotin pentil Sinta yang berwarna pink tua (bukan pink, tapi juga bukan coklat.
"Sluurrpp.., sluurrpp.., crruup.."
"Aahh,.. teruuss Viit, adduuhh, gue nggak tahann, enaakk bangeet.. oohh.. oohh.. auuhh.."

Pelan-pelan gue deketin kontol gue ke bagian bawah perutnya, terus gue gesek kontol gue di bibir memeknya. Sinta melenguh, "Oouuhh,.. ouhh.. oohh.. ahh"
"Auuhh.. auuhh.. Vit.. gue jadi pengen pipis nih.. auuhh.. oohh"
Gue gesekin kontol gue lebih cepat, Sinta makin beringas, badannya meronta nggak beraturan.
"Ahh.. uuhh.. Vit.. Gue.. gue.. pipis.. ahh.. ahh.."
Sinta menggelinjang, tangannya mencengkeram punggung gue.
"Sin, gue masukin ya, sayang.."
"Jangan, Vit, jangan"
"Ayo dong Sin.., gue nggak tahan nih, gue kepengen tau rasanya ngentot"
"Jangan Vit! Gue.., gue.. masih.. Please, Vit, jangan.."
"Masa elo nggak pengen tau enaknya ngentot, Sin?"
"Iya, tapi please Vit, jangan, gue belon pernah digituin, gue masih.. masih.. virgin. please.. jangan.."
"Gue jadi nggak tega ngeliatin mukanya yang memelas"
"OK, nggak pa pa deh, tapi elo mau kan bantu gue? Tolong pegang-pegang kontol gue dong, nanggung nih.. cuman pegang aja, kocokin sampe gue pipis juga. Mau ya? Please."
Sinta mengangguk, lalu mulai memegang-megang kontol gue lagi, lalu mulai mengocoknya dengan gerakan maju mundur, ahh, enak banget..
"Sin, jilatin donk, diemut juga boleh.."

Pada mulanya Sinta menolak, tapi berkat jurus rayuan mautku, akhirnya dia mau meniup 'seruling'ku.
"sluurrpp.., sluurrpp.., crruup.."
"Aoohh, teruuss, Siinn.. oohh.. teruuss.. jilatin, Sin.. oohh."
Mendengar desahanku, Sinta makin bersemangat, jilatannya makin ganas, dari pangkal sampai ujung kontolku dijilatinya sampai tak bersisa, lalu dikulum, diemut maju mundur, aku sampai blingsatan dibuatnya.
Sampai pada akhirnya, "Ahh.., Siinn.., teruuss, jangan dilepaass.. sedoot yang kuaatt.."
Croott.., croot.., cruut.. cruutt.. cruutt.. pejuku menyemprot keluar sebagian di mulutnya, dan sebagian lagi menyemprot di dada dan mukanya. Ooohh, benar-benar nikmat.., inikah surga dunia? Belum tentu, karena gue belum tahu, ada yang lebih menyenangkan dari ini.

Setelah kejadian di kamar mandi itu, gue dan Sinta berangkat ke rumah Oom Yong naik taksi, dan setelah berbasa-basi sebentar, ngobrol-ngobrol dengan Oom Yong, kami pulang bersama-sama ortunya Sinta.
Agung memecahkan keheningan di mobil, "Vit, nanti kamu tidur di kamarku aja, kita ngobrol sampe pagi."
Belum sempat aku ngejawab, Sinta udah menimpali, "Kasian dong, udah Capek di kereta, masih mau diajak ngobrol, biar di kamar gue aja, ntar gue tidur sama Dina. Lagian kamar elo jorok, bau. Udah Vit, elo di kamar gue aja. ntar gue gantiin sepreinya."

Malam itu, kira-kira jam sepuluh lebih dikit, gue belum bisa tidur, gue masih kepikiran kejadian di kamar mandi tadi sore, tau-tau pintu kamar diketok, gue buka dikit, Sinta di depan pintu sambil cengar-cengir.
"Napa Sin?"
"Ssstt, nggak pa pa, gue cuma pengen ngobrol bentar, mau kan?"
Sinta masuk, diam-diam aku nelen ludah lagi, gile bener, pakaiannya, baby doll dari bahan tipis, membuat apa yang ada di dalamnya jadi nyaris terlihat.
"Dina sudah tidur?" aku membuka pembicaraan.
"Sudah, eh, omong-omong, tadi sore bener-bener enak loh Vit."
Deg. Sinta langsung to the point, jantung gue mulai dag Dig dug lagi.
"Sorry Sin, aku tadi nggak niat gitu, tapi kebawa napsu aja, sorry ya Sin, Elo mau kan maapin gue?"
Di luar dugaan, Sinta malah ketawa pelan, "Nggak pa pa kok Vit, aku justru mau ngomong makasih, soalnya aku belum pernah ngerasain seenak itu. Dari dulu gue pengen ngerasain dicumbu sama cowok, tapi gue kan nggak boleh pacaran sama Papa, jadinya ya nggak kesampaian. Tadi aku udah ngerasain, rasanya benar-benar enak banget. Tapi jangan diulangi lagi ya, gue takut ntar kebablasan."

Kami ngobrol nggak lama, dan nggak terasa gue ketiduran. Ngga tau berapa lama kemudian, gue terbangun, dan sempet kaget juga ternyata Sinta tidur di sebelah gue, dengan posisi miring, gue cuek aja, dan ngeloyor keluar mau ambil minum, pas gue balik ke kamar, posisi Sinta udah berubah menjadi telentang, dan mau tak mau gue melihat pemandangan yang mengasyikkan itu, dua buah gunung kembar yang menjulang, dan kakinya sedikit menekuk ke samping, sehingga CD pink-nya yang bergambar bunga-bunga terlihat jelas.

Batang kejantananku mulai mengeras, dan darahku rasanya sudah naik ke ubun-ubun, sialan, ni anak bener-bener bikin napsu, serta merta gue deketin dengan hati-hati dan kuusahakan supaya nggak ngagetin dia, pelan pelan gue buka bajunya, kebetulan baju tidurnya adalah baby doll tipis dengan kancing di depan, sehingga usaha gue bisa berhasil dengan mudahnya. Tangan gue mulai bergerilya, dan gue raba toketnya yang sekel itu lalu gue remes pelan2, tapi gue nggak puas sampe disitu, BHnya gue tarik ke atas pelan-pelan sampe toketnya keluar dari BH, terus gue emut pentilnya dan gue kulum-kulum pelan, Sinta menggeliat sebentar, tapi nggak terbangun, setelah gue rasa aman, baru gue lanjutin bergerilya, CDnya gue tarik ke bawah, dan terlihat rerimbunan jembut yang nggak begitu lebat. Sinta menggeliat lagi, dan gue berhenti.

Setelah beberapa menit, gue mulai lagi, gue buka celana gue biar si kecil nggak tertekan di dalam CD gue, gue lebarin kakinya Sinta, terus gue jilatin lipetan memeknya, hmm, baunya benar-benar merangsang, gue buka lipetan memeknya itu, dan terlihat merah merekah, lalu gue jilatin lagi, dan terasa ada daging sebesar kacang, inikah yang disebut clitoris? Ah, peduli amat, gue jilatin terus memeknya Sinta, dan gue fokus di clitorisnya sampe basah dan Sinta mulai gerak-gerak lagi, wah, celaka kalo sampe bangun, bisa berabe nih, tapi udah kepalang tanggung, gue kaga peduli lagi, gue udah nggak tahan, kakinya Sinta gue angkat, terus pelan-pelan gue masukin kepala kontol gue ke bibir memek Sinta, Sinta terbangun dan kaget, langsung gue sodokin kontol gue, bleess.
"Aahh, adduuhh.." pekik Sinta.
Langsung gue tutupin mulutnya pake tangan.
"Aahh,.. hepp.. ssh.."
Gue mulai gerakin kontol gue maju mundur, ouhh.. sempit banget, dan Sinta mengerang-erang kesakitan, tapi setelah berapa lama, dia mulai tenang, trus gue lepasin tangan gue dari mulutnya.
Gue bisikin, "Sstt jangan teriak Sin, ntar ada yang denger. Kamu nikmatin aja, OK?" Sinta cuma mengangguk lemah.

Langsung aku goyang maju mundur, kiri kanan sekuat tenaga.
Sinta mendesah, "Emmpphh.. emmhh.. emhh.. akkhh.. ahh.. oouuhh.."
"Masih sakit Sin?"
"Ngga.., sekarang malah jadi enak.., terus Vit, jangan berhenti.."
"Goyangin pantatnya Sin"
Sinta menurut dan menggoyangkan pantatnya.
"Akkhh.. ahh.. ahh.. ouuhh.. ouuhh.. terruuss.. Viitt teruuss.. terruuss.. oouuhh.. enak banggeet.."
Gue makin bernapsu denger desahan Sinta, gue tarik kontol gue sampai sebatas kepala zakar, trus gue sodok sekenceng-kencengnya, gue sodok-sodok terus, Sinta semakin blingsatan dan memek Sinta makin terasa becek dan hangat di kontol gue. Crepp.. crepp.. crepp.. crepp.. gesekan kontol gue dan memek Sinta yang becek menimbulkan bunyi-bunyi yang merangsang.

"Oohh.. ahh.. auuhh.. ahh.."
Sinta mendesah nggak keruan dan sepertinya dia sangat menikmati permainan ini, aku terus aja nyodok, makin lama makin cepat.
"Auuhh.. oohh.., Viitt,.. aku.. aku.. nggak tahaann.., enaakk.. terruuss.. dikiitt lagii.. aahh.. truuss goyanngg.. aahh, gue.. pipiiss.."
Serr.. serr.. serr.., gue liat Sinta udah nyampe, kontol gue seperti disiram air hangat, gue goyang lebih cepat.
"Tahaann.. bentaarr.. Sin.., akuu.. jugaa.. mauu.. keluuaarr.."
Dan akhirnya cruutt.. cruutt.. cruutt.. gue semprotin peju gue di dalam memek Sinta, sambil gue goyangin terus kontol gue. Akkhh, ini baru surga dunia. Nikmat.

Gue tiduran di sebelah Sinta yang tersenyum lemas, senyum kepuasan, menikmati indahnya dunia, beberapa saat kemudian Sinta mencium bibir gue, trus gue balas pagut bibirnya dan kami berciuman cukup lama, seperti sepasang kekasih yang sedang bermesraan. Pada saat mau ke kamar mandi untuk ngebersihin badan, Sinta memekik kaget melihat noda darah di seprei yang baru digantinya tadi sore. Wajahnya menunjukkan setitik penyesalan, gue peluk dia, sambil mengusap-usap kepalanya.

Jujur gue katakan, gue juga menyesal, telah merenggut keperawanan seorang gadis, terlebih itu saudara sepupu gue sendiri. Tapi kini, setelah lewat beberapa tahun, hal itu masih sering kami lakukan, saat Sinta datang ke kota gue atau gue ke Jakarta, kami selalu menyempatkan diri untuk bertemu dan memadu kasih layaknya sepasang kekasih, padahal saat ini gue sudah punya istri, dan seorang anak berumur enam bulan, dan Sinta sudah memiliki pacar, dan berencana untuk menikah dalam waktu dekat. Baik istri saya maupun pacar Sinta nggak menaruh curiga dengan kami, dan menganggap hubungan kami adalah sebatas saudara dekat/akrab semata.

*****

Semua kejadian ini adalah nyata dan nggak direkayasa, terserah mau percaya atau nggak. Apabila ada pembaca yang ingin berkenalan dengan saya, pintu selalu terbuka, silakan kirim email ke saya, pasti saya balas.

E N D

Nikmatnya Tubuh Sepupuku



Namaku Edo. Aku adalah seorang mahasiswa di sebuah PTS swasta terkenal di Jakarta. Cerita berawal 2 tahun yang lalu, ketika anak pamanku yang tinggal di Malang disekolahkan oleh orangtuanya ke Jakarta. Devi namanya. Usianya saat itu baru 16 tahun. Walaupun begitu, ia terlihat lebih dewasa dari usianya yang sebenarnya. Tingginya sekitar 165 cm, rambut panjang sebahu dengan bentuk tubuh yang proporsional. Dadanya cukup besar, kutaksir ukurannya sekitar 34 B. Hidungnya mancung dan
kulitnya putih mulus. Maklum, ibunya keturunan Belanda.

Selama bersekolah di Jakarta, Devi tinggal di rumahku. Makin hari, kami semakin akrab. Terkadang, bila ada waktu luang, ku jemput dia sepulang sekolah dengan mobilku. Tidak jarang kuajak dia ke tempat-tempat rekreasi yang ada di Jakarta, atau ke mal untuk sekadar Window Shopping. Semua itu kulakukan hanya untuk berdekatan dengannya. Sejujurnya, aku tergiur dengan keindahan tubuhnya. Namun semua itu masih bisa kutahan. Aku mencoba sebisa mungkin untuk tidak melakukan hal-hal yang menjurus padanya, mengingat dia adalah sepupuku sendiri.

Suatu hari, hujan turun deras sekali. Rumahku sedang kosong saat itu. Kedua orangtuaku sedang sibuk dangan urusan bisnisnya masing-masing. Adikku main ke rumah temannya, sedangkan pembantuku pulang kampung. Tinggallah aku sendiri di kamarku, bersantai sambil menyaksikan film porno ditemani sebotol Vodka. Aku adalah seorang pecandu alkohol. Tiba-tiba kudengar bel pintu berbunyi.
"Siapa yang datang hujan-hujan begini?", pikirku dalam hati.
Segera saja kubuka pintu dan tampak di depan pintu pagar rumahku ada seorang gadis berseragam SMU yang kehujanan. Ternyata gadis itu adalah Devi.
"Kehujanan ya Vi?" dia mengangguk.
"Kenapa ngga minta di jemput?"
"Tanggung Kak, Devi udah di perjalanan pas hujan tadi"
"Ya sudah kamu mandi air panas sana, biar nggak demam nanti."
Dia pun menurut. Saat itu aku baru menyadari di depanku ada pemandangan yang sangat indah. Tubuh Devi yang sangat indah terlihat jelas di balik seragam sekolahnya yang basah kuyup. Saat itu, Devi mengenakan Bra hitam yang sangat seksi. Melihat pemandangan seperti itu, penisku langsung menegang. Tiba-tiba muncul keinginan kuat untuk mencicipi tubuh Devi, sepupuku sendiri. Aku langsung melepaskan semua pakaianku, supaya lebih gampang melaksanakan niat jahatku. Kutunggu dia di depan kamar mandi.

Selang beberapa lama, pintu kamar mandi terbuka dan muncul Devi dengan hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuhnya. Dia tampak kaget setengah mati melihatku dalam keadaan bugil.
"Kak..", belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, kuterkam tubuhnya.
Kudekap erat dan kutarik handuk yang melilit di tubuhnya dengan cepat, sehingga ia langsung telanjang bulat sama sepertiku. Ku seret dia ke dalam kamarku. Dia mencoba memberontak tapi sia-sia. Tenagaku jelas lebih kuat darinya.
"Kak, apa-apaan ini? Lepaskan!" Aku tidak peduli dengan teriakannya.
Sesampainya di kamar, kuhempaskan tubuhnya ke ranjang. Kutindih tubuhnya, kuciumi lehernya yang putih mulus.
"Kak, sudah Kak, cukup! Ingat aku saudaramu.."
"Diam kamu!"
"Kak Edo mabuk yah.. sadar Kak.."

Teriakan dan rontaannya malah membuatku semakin terangsang. Kulumat bibirnya yang merah dan tipis menggiurkan itu.
"Mmmhh.. mmppff.." Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi tertahan oleh bibirku.
Sementara tangan kiriku meremas dadanya yang putih dan montok. Begitu kenyal dan halus. Kumainkan putingnya yang berwarna pink itu. Ia masih belum menyerah untuk berontak. Tetapi, semakin ia berontak, semakin aku bernafsu untuk memperkosanya. Ciumanku turun ke dadanya. Kulumat puting susunya dengan rakus. Kadang kugigit-gigit. Devi menggelinjang kegelian.
"Kak.. sshh.. cukuphh.. udah dong.. sshh" Ujarnya setengah mendesah.
Aku malah semakin gencar melancarkan seranganku. Kali ini jemariku kuarahkan ke vaginanya. Kumasukkan jari tengahku ke dalamnya. Ternyata Devi sudah tidak perawan.
"Ooo, kamu sudah pernah toh.. gimana rasanya, enak kan? Sudahlah, nggak usah malu-malu. Nikmati aja.." Mendengar kata-kataku, Wajah Devi merah padam menahan malu.
"Tidak! Devi nggak mau.."
Mulutnya menolak, tetapi kurasakan vaginanya semakin basah karena jariku bergerak keluar masuk. Pantatnya pun bergerak-gerak merespon gerakan jariku. Kupermainkan klitorisnya dengan jariku. Dia tersentak kaget.
"Aahh.. jangan.. mmhh". Ciumanku pindah lagi ke bibirnya.
Kumainkan lidahku. Selama beberapa detik tidak ada respon. Tetapi beberapa saat kemudian lidahnya membalas lidahku. Dia juga sudah tampak mulai pasrah, tidak lagi mencoba berontak seperti tadi. Kulepaskan ciumanku dari bibirnya. Kujilati dari wajahnya ke leher, turun ke dada, perut dan akhirnya sampai pada lubang kenikmatan. Kujilat-jilat bibir vaginanya sementara jariku masih bergerak keluar-masuk vaginanya.
"Ooohh.. udahh.. geli.." Tangannya mencoba mendorong kepalaku. Tapi kutepiskan dengan tanganku yang satu lagi.
Kuteruskan permainan lidahku di vaginanya. Kali ini kugelitik klitorisnya.
"Uuhh.. sshh.. jangaannhh.. sshh".
Vaginanya semakin basah. Kupikir, inilah saatnya.

Aku segera bangkit dan mengarahkan penisku yang sudah pada ketegangan maksimal. Devi sepertinya tahu apa tindakanku selanjutnya. Dia mencoba mendorongku, tapi kupegangi kedua tangannya. Kubuka lebar kedua pahanya dengan pahaku. Kumajukan pinggulku dan, bless! Dengan sekali tekan, amblaslah penisku ke dalam vaginanya.
"Jangan Kaakk.. oohh" teriaknya berusaha mencegahku.
Tetapi sudah terlambat. Aku tidak membuang waktu. Langsung kukocokkan penisku, semakin lama semakin cepat. Vagina Devi masih sangat sempit. Mungkin karena belum terlalu sering diterobos. Kurasakan vaginanya berdenyut-denyut. Nikmat sekali. Devi pun sepertinya sudah lelah untuk melawan. Ia malah terlihat seperti sedang menikmati setiap sodokan yang kulakukan.
"Ssshh.. mmhh.. uuhh.." begitu saja yang keluar dari mulutnya.

Wajahnya merah, entah merah karena malu, atau karena nafsu. Bibirnya yang seksi terbuka, membuatku ingin melumatnya. Langsung saja kucium bibirnya. Kali ini, Devi langsung membalas ciumanku. Lidah kami saling membelit satu sama lain. Tanganku tidak tinggal diam. Kuremas lembut payudaranya yang indah. Kadang kupelintir putingnya yang sudah menegang.
"Oohh.. sshh.. uuhh" desahannya semakin keras.
"Gimana, enak kan?" tanyaku.
Wajahnya semakin merah mendengar pertanyaanku. Dia hanya terdiam. Kuhentikan sodokanku. Ternyata pantatnya masih terus bergoyang-goyang. Kusentakkan pinggulku secara tiba-tiba. Kupercepat gerakanku sampai pada batas maksimal kemampuanku.
"Aaahh.. Kak Edohh.. uuhh.. sshh.."
"Kenapa sayang? kamu menikmatinya?"
"Iyahh.. oohh.. eennaakkhh.. sshh.. aahh..".
Tak terasa 15 menit sudah kami berpacu dalam nafsu.
"Kak.. sshh.. Devi.. mauhh.. kkelluarrhh.. oohh.."
"Tahan dulu sayang.. hh.. sebentar lagi.."
"Nggak bisaahh.. Devvii kkelluuaarr.. aakkhh.."
Badannya mengejang tak karuan diiringi teriakan kenikmatan yang membahana. Sementara kecepatanku sama sekali tidak kukurangi. Tangan kiriku menggelitik klitorisnya, tangan kananku meremas dan memainkan payudara kirinya, sedangkan bibirku menghisap puting susu sebelah kanan. Semua kulakukan untuk menambah nikmatnya sensasi orgasme.

"Sabar ya sayang. Aku belum keluar." bisikku mesra di telinganya.
Kucabut penisku dari vaginanya untuk memberinya kesempatan beristirahat. Kujilati lehernya sampai ke belakang telinga. Kugelitik klitorisnya dengan jemariku. Tak lama kemudian, vaginanya kembali basah.
"Kamu mau lagi sayang?". Devi mengangguk pelan.
Kali ini dia lebih agresif. Dia langsung memegang penisku da meremasnya.
"Punya Kak Edo besar dan panjang yah.. sampai mentok."

Aku hanya tersenyum. Bangga juga ada yang memuji senjataku, walaupun bukan yang pertama kali penisku diakui kehebatannya. Devi meneruskan aksinya. Dia tidak lagi meremas, melainkan menjilati penisku dari ujung sampai ke buah zakar. Nikmat sekali rasanya. Tak lama kemudian, dia mengulun penisku. Kulumannya sangat nikmat. Lembut, tapi sangat terasa. Aku hanya bisa memejamkan mata dan menikmati setiaphisapan yang dilakukannya padaku. Saat kubuka mata, Devi sudah duduk di atas penisku. Dia lalu mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dan.. slebb.. tertelan sudah batang penisku oleh vaginanya. Devi bergoyang diatasku seperti orang menunggang kuda. Terkadang, ia memutar pinggulnya, persis seperti goyang Inul. Kuremas-remas payudaranya yang menggantung seksi di depanku. Kadang kuhisap dan kujilati putingnya.

"Oohh.. sshh.. geli.. mmhh.." Devi merintih-rintih di atasku.
Selang 20 menit kemudian, Devi orgasme untuk yang kedua kalinya. Dia langsung ambruk di dadaku. Kubalikkan tubuhnya. Kutusuk dari belakang. Kugerakkan pinggulku secepat mungkin. Devi hanya mampu merintih dan mendesah. 5 menit kemudian, akumerasa ada sesuatu yang hendak keluar dari senjataku.
"Vi.. aku.. mauhh.. kkeelluarr.."
"Janganhh.. dihh.. dalammhh.. mmhh"
Langsung kucabut penisku dan kuarahkan ke wajahnya. Kubiarkan dia mengulum penisku. Beberapa detik kemudian.. croott.. croott.. aku ejakulasi di wajahnya. Sebagian spermaku masuk ke mulutnya, dan sebagian lagi membasahi wajah, leher dan dadanya.

Kami berbaring lemas dengan nafas tersengal. Kami berbincang-bincang dan akhirnya dia menceritakan tentang mantan pacarnya yang merenggut keperawanannya. Mantan pacarnya adalah kakak kelasnya sewaktu di Malang. Sekarang, anak itu sudah meninggal akibat overdosis narkoba. Devi pindah ke Jakarta untuk berusaha melupakan peristiwa itu. Ia beralasan kepada orangtuanya bahwa sekolah di Jakarta lebih bagus. Setelah cukup lama berbincang-bincang, kuajak dia mandi bersama.

Nafsuku kembali bangkit saat kami saling menyabuni tubuh masing-masing. Saat itu dia menyabuni penisku sambil meremas-remasnya. Langsung kucium bibirnya dan dia membalas dengan tak kalah ganasnya. Kami kembali melakukannya, kali ini dengan posisi berdiri di bawah guyuran shower. Tak henti-hentinya kuremas payudaranya yang montok dan kenyal itu. Kami melakukannya selama kurang lebih 12 menit lalu orgasme hampir berbarengan. Aku kembali berejakulasi di wajahnya. Entah mengapa, aku sangat merasa sangat puas bila melihat wajah wanita berlumuran spermaku.

Kami masih sering melakukannya hingga saat ini. Tak hanya di rumah tetapi juga di tempat-tempat lain seperti di hotel, mobilku, bahkan pernah kami melakukannya di WC sekolahnya. Padahal, aku sudah punya pacar dan Devi pun begitu. Ada kepuasan yang berbeda bila bercinta dengannya. Ada satu hal yang sama-sama ingin kami coba, yaitu beradegan three some. Ada yang berminat untuk ikutan?

E N D

Aku dan Guruku

Saat itu aku masih sekolah di suatu SMPN yang cukup ternama di Medan. Aku baru saja pindah dan belajar mengenali suasana baru di sekolah itu. Pada waktu masuk kelas di hari pertama, saat itu kami akan bejar soal PMP (Pendidikan Moral Pancasila).

Ibu Rossi, nama guru PMPku itu, dia cantik, mungkin sekitar 30 tahunan usianya. Bodynya yahud menurutku dan yang jelas payuradaranya sangat besar dan menantang tegak. Saat beliau mengajar, aku tidak bisa melepaskan tatapanku pada tubuhnya yang menarik itu. Sebagai gambaran bu rossi menggunakan baju putih yang tembus pandang sehingga branya yang hitam sangat terlihat jelas. “Hei Kamu” dia memanggilku dengan menunjukku dengan suara keras, “Ibu sedang mengajar, kamu malah melamun” ujarnya. Sontak seluruh kelas langsung tertawa melihatku. “siapa nama kamu” tanyanya lagi. “andre bu” jawabku.

Setelah sekolah usai, kamu temui saya” katanya keras. “baik bu” jawabku lemas

Donny teman semejaku mengingatkanku untuk berhati-hati karena dia bisa galak sekali. Akupun mengangguk lemah mendengar uraiannya. Seusai sekolah akupun menemui bu rossi. Saat aku temui, dia langsung bertanya galak “kamu anak baru sudah melamun lagi”. Aku terdiam saja sambil memandangi bra hitamnya yang tercetak jelas itu. Ada sekira 1 jam dia menceramahi aku tentang pentingnya Pancasila. Saat dia menceramahi aku, aku memperhatikan payudara yang tertutup bra hitam itu. Aku membayangkannya sambil menelan ludah.

Saat dia selesai, dia menyuruhku untuk membuat paper tentang Pancasila. “aku dengar kamu pernah memenangni lomba tentang P4 waktu SD, ngga akan sulit bagimu untuk menulis paper tentang Pancasila kan?” aku terdiam sambil bertanya dimana aku bisa ambil bahan2nya. Bu rossi menyuruhku untuk mengambil bahannya besok pagi, karena rencananya selama seminggu sekolah kami akan ada kompetesi olahraga yang sudah dutin digelar. Akupun mengangguk dan mencatat alamatnya pada bukuku

Esok paginya aku pergi ke rumah bu rossi sambil diantar sopir, sesampainya disana, aku berpesan untuk ditinggal saja, karena letak rumahnya teletak tak jauh dari kantor ayahku.

Saat aku mengetuk pintu rumahnya yang asri, bu rossi sendiri yang membukakan pintu untukku. Akupun mengucapkan selamat pagi dan ia menyuruhku untuk duduk. “Andre, tunggu sebentar, ibu ambilkan bahan-bahannya dulu” ucapnya sambil meninggalkanku di ruang tamu. Tak lama kemudian dia kembali membawa setumpuk buku dan diletakkan di meja tamunya. Saat bu rossy meletakkan buku, jantungku berdesir keras, karena aku melihat payudaranya yang tidak ditopang oleh payudara, sehingga tampak menggantung bebas di balik kausnya yang lebar itu.

Diapun menutup pintu dan langsung menyalakan AC di ruang tamunya. Dalam hati aku bertanya dimana suami dan anaknya saat ini, ternyata dia langsung menjawab sambil tersenyum “suami saya sedang ke kantor, sementara anak saya belum lagi pulang dari liburannya di Jakarta”.

Saat aku sedang mengerjakan tugasku, aku mulai merasa jenuh dengan tugas ini. Sepertinya bu rossi mengetahui kesulitanku dan menawarkan bantuannya. “andre kita pindah ke meja makan yaa” ujarnya” akupun mengangguk. Bu rossi duduk persis diseberangku dan aku tidak dapat menahan pandangan mataku ke arah payudaranya.

Sambil tersenyum bu rossi berkata “kamu kenapa melihat ke dada ibu terus ndre?” dia berjalan mendekatiku dan memintaku berdiri dihadapannya. “kamu tertarik dengan ini ndre?” akupun menjawab “iiiiyyya bu”. Bu rossy tiba-tiba melepaskan kaosnya dan menarik tanganku untuk memegang payudaranya “kalau kamu mau, remas aja ndre” katanya. Akupun segera melaksanakan perintahnya dan langsung kuraba-raba payudaranya dengan ilmu yang telah kudapat selama di Dilli. Aku mendekatkan wajahku ke payudaranya dan mulai melumat kedua payudaranya dengan mulutku. Diapun mendesah “aaaah terrrus ndre, hisapanmu ennnakk sekali” katanya. Kepalanya bergerak liar sambil tangannya mendekap kepalaku dengan erat. Tangannya kemudian mulai menjarah ke arah penisku dan mulai meremas penisku dengan ganas. “oooh andre, enak banget ndre”. Dia pun mulai membuka baju dan celanaku dan kemudian berlutut di hadapanku sambil memegang penisku. Dia mulai menjilati dan mengulum penisku. Aku pun hanya terdiam sambil memegang kepalanya sambil berkata “terussss buuuu”. Dia mengulum penisku sambil matanya merem melek keenakan karena mulutnya terus disodok oleh penisku. Dia mengelurkan penisku dari mulutnya dan menempelkan penisku ke kedua payudaranya yang besar itu. Dia terus menggesek-gesekkan penisku. Setelah puas menggesek-gesekkan penisku dia memintaku untuk tiduran di lantai. Sambil memegang penisku bu rossi memasukkan penisku kedalam lubang kenikmatannya sambil berteriak kencang “oooohhhh ennnnnakkk andddree” setelah penisku berhasil masuk ke dalam lubang kenikmatannya, dia mencumbuku dengan ganas dan menggoyangkan tubuhnya. Bu rossi kemudian berteriak kalau dia mau mengeluarkan cairannya. Tak lama setelah bu rossi mengeluarkan cairannya, aku bertanya apakah aku boleh kencing di dalam, dia langsung berdiri dan kembali dan menarik tanganku agar aku berdiri juga. Setelah aku berdiri bu rossi kemudian kembali menghisap penisku dan saat itu aku mengeluarkan spermaku di dalam mulutnya dan juga mengelarkannya kembali ke wajahnya dan kedua payudaranya. Setelah kami berdua puas, bu rossi bertanya, apakah aku pernah berhubungan seks dengan orang yang lebih tua dariku. Sambil tersenyum, aku menjawab apapun keinginannya akan aku penuhi.

Setelah itu kami bergegas untuk berkemas agar tidak meninggalkan jejak.